Ini Anjing teman saya namanya Molly,,,yang lebih bikin lucu dan ngakak anjing ini tiap malam suka makan bakmi godhog Jawa. Hahaha tapi kalau pemiliknya malas mie goreng saja dia juga suka.
Satu hari sebelum ikut kampanye " DOGS ARE NOT FOOD" dikirimi artikel keren ini sama mas @W2k_erwe,,,dia dapat dari teman-teman Animal Friends Yogyakarta ( @animalfriendsYK ) Salah satu organisasi nirlaba yang peduli akan binatang. Nah untuk saat ini mereka sedang fokus terhadap anjing-anjing yang dijadikan bahan konsumsi oleh manusi. Yukk baca disini....
.
Anjing
adalah makhluk sosial dan hewan pendamping.
Anjing tidak terdaftar sebagai “hewan ternak untuk dikonsumsi” dan oleh
karena itu tempat penjagalan untuk anjing tidak mengikuti SOP pemerintah yang
telah disetujui tentang proses penjagalan, standar higiene, SOP untuk
pengangkutan.
Animal
Friends Jogja (AFJ), Garda Satwa Indonesia (GSI) dan Jakarta Animal Aid Network
(JAAN) berprakarsa guna memulai kampanye ini untuk berbagai alasan.
1. Dalam beberapa tahun terakhir ini ada laporan
yang masuk tiap hari dari para warga yang peduli. Kebanyakan dari laporan itu menyebutkan
hal-hal berikut: anjing dicuri orang
yang mengendarai sepeda motor, para warga yang tinggal dekat LAPO melaporkan
adanya suara anjing yang meraung-raung dan ketidak-nyamanan yang mereka alami
akibat mengetahui apa yang sedang terjadi, para warga yang melaporkan
meningkatnya jumlah LAPO, orang-orang yang makin menyadari bagaimana hewan ini
ditangani dan dibantai, orang-orang yang melaporkan pengangkutan secara
keji. Semua laporan yang tidak terhitung
banyaknya itu dan yang telah kami terima dalam beberapa tahun terakhir ini,
meminta kami untuk membantu menghentikan praktik-praktik kekejaman tersebut.
2. Sesudah penyelidikan yang teliti oleh AFJ,
GSI dan JAAN kami mendapati bahwa masalahnya lebih besar dari yang kami
bayangkan. Seluruh proses termasuk cara anjing-anjing itu dicuri,
diangkut, disekap, dibantai dan tidak adanya standar higiene sungguh
mengejutkan. Kekejaman yang teramat
sangat dapat Anda lihat sekilas dalam rekaman video pendahuluan kami.
3. Dalam sebuah laporan tertulis oleh WHO
(Organisasi Kesehatan Dunia) dinyatakan bahwa berjangkitnya rabies yang terus
menerus di Bali berhubungan langsung dengan pengangkutan ilegal anjing ke Bali
dengan maksud untuk dipotong. Penyakit
lain yang dapat ditularkan kepada manusia baik dari menangani atau memakan
daging anjing adalah: rabies, kolera, trikinelosis. Hal ini telah menjadi isu
kesehatan masyarakat.
Risiko besar lainnya
adalah penyebaran penyakit-penyakit lain mengingat anjing-anjing itu berada
dalam kondisi yang parah, menempuh perjalanan dalam keadaan yang mengerikan dan
membawa penyakit seperti parvo atau distemper yang disebabkan oleh keadaan yang
memprihatinkan yang dialami oleh anjing-anjing itu. Kemudian tentu saja masalah
rabies yang sedang kita hadapi di Indonesia.
4. Tak terhitung banyaknya artikel dan informasi
yang tersedia tentang risiko kesehatan dalam mengonsumsi daging anjing .
Walaupun perdagangan daging anjing di Indonesia tidak berada pada skala yang
sama dengan Korea misalnya, kita tidak boleh menganggap remeh jumlah anjing
yang dibunuh tiap minggu untuk dikonsumsi.
Di Yogyakarta saja diperkirakan 360 ekor anjing dibunuh tiap
minggunya. Kemudian kita harus
mempertimbangkan bahwa Yogyakarta bukanlah daerah utama untuk daging anjing
jadi kami memperkirakan bahwa di Manado dan Sumatra, di mana daging anjing
dianggap sebagai makanan yang lezat, kita harus mengalikan jumlah tersebut
dengan paling sedikit 5 kali (1800 per minggu dalam satu area tempat daging
anjing merupakan makanan yang lezat
sehingga totalnya menjadi 3600).
Kemudian kota besar seperti Jakarta jelas memiliki jumlah yang lebih
besar dari Yogyakarta dan paling sedikit dua kali lipat jumlah yang di Yogya
yang berarti kira-kira 720 anjing per minggu.
Jadi, jika Anda menjumlahkan semua itu kita memperhitungkan sekitar 4680
anjing per minggu, 18.720 per bulan dan 224.640 per tahun.....Dan jangan lupa
estimasi tersebut hanya di 4 daerah saja di Indonesia !!!
5. Kekejaman semacam ini tidak dibenarkan oleh
agama apa pun. AFJ, GSI dan JAAN akan mengorganisasikan sebuah lokakarya dengan
berbagai tokoh religius yang juga tokoh masyarakat yang akan menjelaskan
mengapa praktik-praktik yang keji itu tidak dapat diterima.
6. Kampanye ini BUKANLAH tentang ras atau latar
belakang etnik. Walaupun kita semua
mengetahui bahwa di beberapa daerah memakan daging anjing merupakan hal yang
umum, banyak orang dari berbagai agama dan latar belakang etnik memakan daging
anjing karena mereka berpendapat bahwa daging anjing memiliki manfaat
penyembuhan tertentu yang tidak pernah dibuktikan secara ilmiah.
Kami tidak akan
membahas tentang tradisi, kebudayaan, latar belakang etnik dll karena menurut
pendapat kami hal-hal tersebut tidak ada hubungannya dengan kampanye ini. Kami tidak akan terusik oleh para pihak yang
tidak senang dengan kampanye kami dan yang mencoba untuk memutar-balikkan
kampanye ini menjadi sesuatu yang bukan maksudnya.
Tujuan kami:
Tujuan kami adalah
untuk meningkatkan kesadaran mengenai hal ini dan untuk memperlihatkan kepada
masyarakat tentang kekejaman yang terlibat di dalam praktik-praktik tersebut
dan isu-isu kesehatan yang menyertainya.
Kami menghendaki agar pembantaian anjing menjadi ilegal berdasarkan
alasan-alasan tersebut di atas.
Tak terhitung banyaknya
artikel dan informasi yang tersedia tentang risiko kesehatan dalam mengonsumsi
daging anjing. Walaupun perdagangan daging anjing di Indonesia tidak berada
pada skala yang sama dengan Korea misalnya, kita tidak boleh menganggap remeh
jumlah anjing yang dibunuh tiap minggu untuk dikonsumsi. Di Yogyakarta saja diperkirakan 360 ekor
anjing dibunuh tiap minggunya. Kemudian
kita harus mempertimbangkan bahwa Yogjakarta bukanlah daerah utama untuk daging
anjing jadi kami memperkirakan bahwa di Manado dan Sumatra, di mana daging
anjing dianggap sebagai makanan yang lezat, kita harus mengalikan jumlah
tersebut dengan paling sedikit 5 kali (1800 per minggu dalam satu area tempat
daging anjing merupakan makanan yang
lezat sehingga totalnya menjadi 3600).
Kemudian kota besar seperti Jakarta jelas memiliki jumlah yang lebih
besar dari Yogyakarta dan paling sedikit dua kali lipat jumlah yang di Yogya
yang berarti kira-kira 720 anjing per minggu.
Jadi, jika Anda menjumlahkan semua itu kita memperhitungkan sekitar 4680
anjing per minggu, 18.720 per bulan dan 224.640 per tahun.....Dan jangan lupa
estimasi tersebut hanya di 4 daerah saja di Indonesia !!!
Efek
Terhadap Kesehatan Anda Ketika Mengonsumsi
Daging
Anjing
Di
seluruh Asia, daging anjing dikonsumsi untuk berbagai alasan, di samping
sebagai kebiasaan saja. Berikut ini adalah beberapa “manfaat” yang dipercaya
orang bahwa memakan daging anjing memiliki khasiat: Anti radang, meningkatkan
kejantanan, menyembuhkan impotensi, efek “menghangatkan” di musim dingin, efek
“menyejukkan” di musim panas. Pastilah ada
lebih banyak lagi hal yang disebut sebagai manfaat. Namun, klaim-klaim tersebut di atas TIDAK
mempunyai bukti ilmiah. Yang telah
diteliti dengan seksama dan dibuktikan adalah adanya risiko kesehatan manusia
dari mengonsumsi daging anjing.
Sebagai
contoh: riset menunjukkan bahwa memasok, menernakkan, mengangkut, memotong dan mengonsumsi anjing
dapat membantu penularan KOLERA, TRIKINELOSIS dan RABIES.
Rabies
Memasok
dan memperdagangkan anjing untuk konsumsi manusia: Metode memasok anjing untuk
dagingnya bervariasi di negara-negara yang berbeda dan di antara propinsi. Namun, di seluruh Asia, anjing untuk diambil
dagingnya biasanya diperoleh dari jalanan (dicuri/hewan peliharaan yang tidak
lagi diinginkan atau terlantar dan tidak ada pemiliknya) atau dipasok dari
peternakan anjing.
Di
sebagian besar negara di Asia termasuk Indonesia, rabies bersifat endemik di
kalangan populasi anjing dan anjing yang dikumpulkan dari jalanan yang tidak
diketahui penyakit dan status vaksinasinya.
Meskipun demikian, tidak dilakukan pemeriksaan, jadi anjing yang terkena
rabies tak terelakkan diambil bersama dengan yang lain dan dibunuh untuk
dagingnya. Perdagangan skala besar dan perpindahan anjing-anjing semacam itu
yang dilakukan untuk industri ini memungkinkan pemencaran yang cepat dan
luasnya kisaran rabies dan penyakit-penyakit lainnya, seperti kolera dan
trikinelosis.
Pada
tahun 2008, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti perdagangan anjing untuk
konsumsi manusia sebagai faktor kontributif terhadap penyebaran rabies di
Indonesia, karena perdagangan tersebut mendorong hewan ini dari berbagai sumber
untuk diangkut antar pulau. Pengangkutan
jarak jauh dan dalam jumlah besar dari anjing-anjing ini yang dibunuh untuk
daging mereka juga dikaitkan dengan berjangkitnya rabies di Tiongkok (China)
dan Vietnam.
Peternakan
Anjing:
Peternakan
anjing skala besar merupakan hal yang umum di Korea Selatan dan di Tiongkok,
beberapa di antaranya menampung ribuan anjing. Kebanyakan dari peternakan ini
tak beraturan dan tidak ada atau sedikit sekali rekomendasi untuk manajemen
peternakan anjing, seperti langkah-langkah untuk pengendalian penyakit,
penyediaan pakan hewan yang memadai, pembuangan limbah dll. Tempat-tempat semacam itu memberikan kondisi
yang optimal bagi mikroba untuk berkembang-biak: anjing-anjing yang secara
biologis lemah dan rentan akan mudah terkena infeksi mikroba, terutama apabila
mereka juga berada di dalam keadaan sosial yang tidak teratur dan hidup dalam
kondisi yang tidak higienis dengan berdekatan. Lagi pula, akibat dari kondisi
peternakan yang membuat tertekan dan berdesakan, anjing-anjing itu kerap
berkelahi, meningkatkan kesempatan untuk penularan penyakit. Mungkin peternakan anjing di Indonesia tidak
sebesar di Korea Selatan atau di Tiongkok, tetapi peternakan tersebut tetap ada
seperti di Bandung misalnya.
Penjagalan
Anjing:
Selama
proses penjagalan, rabies dapat ditularkan ke manusia melalui beberapa cara:
1. Anjing yang dijagal untuk dagingnya
kerap mengalami stres yang tinggi dan lebih mungkin untuk menggigit dan
mencakar para penangannya, yang berpotensi menularkan penyakit yang
membahayakan nyawa ini.
2. Rabies dapat menular melalui
kontaminasi sayatan atau lecet-lecet di kulit yang tidak diketahui ketika
karkas ditangani.
3. Orang-orang yang menjagal anjing dapat
juga menularkan virus itu kepada mereka sendiri jika mereka menyentuh mata atau
bibir mereka ketika ada percikan cairan anjing di tangan mereka.
Riset
menekankan bahwa penjagalan spesies penampung rabies yang tidak divaksinasi,
seperti anjing, di daerah tempat lazimnya penyakit tersebut merupakan risiko
yang signifikan terhadap kesehatan manusia.
Sebagai contoh, pada tahun 2007, ada wabah rabies di Ba Vi, Vietnam,
daerah yang penting untuk perdagangan daging anjing dan Departemen Kesehatan
Hewan tingkat Distrik atau District Department of Animal Health (DAH)
melaporkan bahwa 70% kematian berasal dari gigitan anjing tetapi 30% ditengarai
akibat terpapar pada waktu penjagalan atau pemotongan.
Pada
tahun 2008, riset mengungkapkan bahwa 20% dari anjing yang diperiksa di rumah
penjagalan di Hoai duc, Vietnam, terkena rabies. Dalam menyikapi risiko yang dihadapi dalam
penjagalan anjing, para pekerja di tempat-tempat pejagalan di daerah itu
divaksinasi terhadap penyakit tersebut sebagai bagian dari program nasional
untuk pengendalian dan pencegahan rabies.
Kolera
Beberapa
wabah kolera akhir-akhir ini di Vietnam telah dikaitkan langsung pada produksi
dan konsumsi daging anjing. Misalnya,
pada tahun 2008 ada wabah penyakit itu di sebelah utara Vietnam, yang mendesak
diadakannya kajian untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko penularan
kolera. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa konsumsi daging anjing, dan
sediaan lain yang disajikan dengan daging itu, kuat kaitannya dengan merebaknya
kolera. Menyusul temuan tersebut, perwakilan WHO di Vietnam, Jean-Marc Olive,
memperingatkan bahwa memakan daging anjing, atau makanan lain dari penyalur
yang menyajikan makanan itu, berkaitan dengan peningkatan risiko 20 kali lipat
mengidap diare mengair (watery diarrhoea) yang parah dan akut yang umum
disebabkan oleh bakteri kolera.
Trikinelosis
Trikinela
adalah parasit zoonotik yang menyebabkan trikinelosis pada manusia. Di Tiongkok, trikinelosis telah menjadi
zoonosis parasitik asal-makanan yang penting,
dan konsumsi daging anjing dikorelasikan dengan delapan wabah. Mirip
dengan di Thailand, insiden larva
Trikinela yang ditemukan dalam daging anjing di daerah yang menyukai konsumsi
daging tersebut dianggap akan menjadi masalah besar yang akan datang terhadap kesehatan
masyarakat.
Penyalah-gunaan
Antibiotik
Di
peternakan anjing, sejumlah besar anjing hidup dalam kurungan yang sempit,
dalam kondisi yang sangat tertekan, dan biasanya makanan yang diberikan tidak
cukup dan kualitasnya buruk. Faktor-faktor ini mengakibatkan bertambahnya
tingkat penyakit infeksi dan tingkat kematian yang tinggi. Dalam upaya untuk
mencoba mengendalikan penyebaran penyakit dan memaksimumkan produktifitas,
terdapat bukti bahwa para peternak berupaya untuk menggunakan antibiotik dan vaksin
secara serampangan dan berlebihan.
Penggunaan
antibiotik yang berlebihan semacam itu di peternakan hewan sudah umum dan
mengarah pada peningkatan level resistensi terhadap antibiotik, yang dapat
mengakibatkan konsekuensi yang negatif baik bagi kesehatan dan kesejahteraan
hewan (karena penyakit tak lagi dapat ditangani) maupun bagi kesehatan manusia
(ketika bakteri yang resisten terhadap antibiotik berpindah dari hewan kepada
manusia). Misalnya, salmonella dan kampilobakter yang terdapat dalam penyakit manusia
sebagian besar disebarkan melalui makanan. Bakteri yang sangat
resisten-antibiotik seperti methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
dan Escherichia coli telah muncul di peternakan hewan di banyak negara
baru-baru ini, dan dapat ditularkan kepada manusia.
Di
Korea Selatan dan Tiongkok, seperti juga di banyak negara lainnya, penggunaan
antibiotik dalam sistem produksi hewan ternak sudah merupakan masalah yang
serius, dan isu tersebut kemungkinan akan menjadi lebih buruk di peternakan
anjing yang peraturannya hanya sedikit, dan tidak ada pengawasan mutu daging
atau residu obat.
Sumber:
http://www.changeforanimals.org
KEBENARAN NYATA TENTANG
DAGING ANJING
Korea
Selatan merupakan lingkungan yang
membahayakan, menyengsarakan, dan mengerikan bagi anjing, tempat anjing-anjing
itu tinggal dalam kondisi yang membangkitkan kejahatan yang parah dari Abad
Pertengahan. Akan tetapi, lingkungan itu
juga berbahaya bagi manusia. Industri
daging anjing yang buruk tersebut merupakan momok yang serius terhadap sanitasi
dan kesehatan Korea Selatan. Industri
yang kotor ini menyerukan pengawasan, tetapi satu-satunya pengawasan yang
pantas haruslah penghapusan industri itu guna menghentikan penganiayaan parah
dan tak dapat dibenarkan terhadap anjing dan kucing dan kemungkinan besar
adanya konsekuensi katastrofik dari bencana kesehatan masyarakat.
Pada
tahun 2011, program televisi yang inovatif yang merupakan tuduhan yang sangat
mengena terkait industri daging anjing ditayangkan di Korea Selatan. Program yang judulnya “Makanan Sehat yang
Membahayakan Korea Selatan — Kebenaran yang Tidak Menyenangkan Tentang Daging
Anjing,” itu salah satu segmennya menggunakan tim para reporter yang menyamar
dan mereka mengajukan 17 sampel daging anjing yang berbeda ke Pusat Penelitian
Lingkungan Kesehatan Seoul (Seoul Health Environmental Research Center), yang menguji sampel-sampel tersebut dengan
hasil yang mengejutkan.
“Di
antara ke-17 sampel yang diuji itu, kuman ditemukan di dalam 7 sampel; 6 jenis
kuman biasa, 4 jenis basilus usus besar (colon bacillus), dan 1 jenis
stafilokokus kuning ditemukan di atas batas standar yang diperkirakan.”
Dan
penyalah-gunaan antibiotik dan steroid yang meluas yang digunakan untuk
mencegah penyakit dalam diri anjing yang dibunuh untuk dagingnya, terungkap
sebagai kekhawatiran yang gawat terhadap kesehatan. Seorang peternak daging anjing bercerita
kepada para pewawancara bahwa dia menggungakan antibiotik di atas batas yang
diizinkan. “Untuk seekor anjing yang besar yang beratnya sekitar 20kg, kami
menyuntik kira-kira 15-20ml antibiotik.” Seorang dokter hewan menanggapi,
“Ketika anjing yang diobati dengan antibiotik dimakan sementara pengobatan
masih efektif di dalam sistem tubuhnya, maka hal itu akan membawa efek yang
membahayakan nyawa manusia.”
Beberapa
peternak anjing berbicara tentang mendapatkan anjing yang berpenyakit kulit
dengan harga yang lebih murah dari peternakan anjing. Seorang peternak berkata,
“Anjing yang biasanya laku sekitar 4.500 won dapat dibeli dengan harga murah
untuk kira-kira 2.000 won kalau anjing itu bermasalah dengan kulitnya. Orang-orang berpikir ‘hal itu menjijikkan’
tetapi bagi kami, itu mudah diatasi.
Kami dapat membakar kulitnya dengan obor las dan kulitnya langsung
copot. Masalah teratasi.”
Peternak
itu menjelaskan bahwa pelanggan tidak akan pernah curiga akan adanya masalah,
karena tidak ada tanda-tanda penyakit yang tertinggal segera sesudah kulitnya
dibakar. Sebenarnya para reporter yang
menyamar menemukan peternakan anjing yang khusus membeli anjing yang berpenyakit
kulit dan menjualnya ke restoran daging anjing. Seekor anjing yang menderita
skabies tetap tampak berpenyakitan bahkan sesudah kulitnya dibakar. Akan
tetapi, peternak itu mengatakan bahwa mutu dagingnya masih baik. Ada sedikit lemak, dan “ketika Anda bakar
kulitnya semuanya menjadi kehitaman jadi Anda tidak dapat melihat masalah kulit
tersebut.” Peternak itu juga merasa yakin bahwa dia tidak akan ketahuan menjual
anjing sakit. Sambil berbicara, dia menyuntik semacam zat ke tubuh seekor
anjing yang masih hidup, yang kemudian mulai gemetar. Beruntunglah si peternak
ketika dia memulai proses pembunuhan, pembakaran kulit tidak saja menghilangkan
bulu tetapi juga menyamarkan segala penyakit atau kondisi kulit yang pernah
dipunyai anjing itu. Dan anjing-anjing
berpenyakitan tersebut diangkut ke banyak restoran dan toko makanan sehat untuk
gaesoju. “Tampak lebih baik jika dibakar.
Dan kalau Anda menyayatnya menjadi potong-potongan bahkan jika kulitnya
menempel tidak ada masalah karena malah lebih sulit untuk dilihat.”
Pengungkapan
yang bahkan lebih besar, seperti anjing-anjing yang terlihat dari tempat
penjagalan yang menderita distemper anjing, salah satu dari penyakit-penyakit
lainnya, bahwa anjing-anjing yang mati akibat penyakit yang menular secara rutin
didistribusikan untuk dagingnya.
Seorang
peternak anjing menyatakan bahwa, “Ketika sekelompok anjing mati akibat
penyakit menular, anjing-anjing itu lalu dibekukan dan disimpan di lemari
pembeku (freezer).” Dia melanjutkan dengan berkata bahwa tidak berbahaya
memakan daging anjing itu selama anjing-anjing itu diberi obat. “Anjing-anjing yang mati akibat penyakit
selalu dibekukan. Jadi kalau ada order
dari seorang pelanggan yang perlu diantar keesokan harinya, maka kami basahi
daging anjing itu dengan air yang mengalir pada malam sebelumnya agar daging
itu melunak. Perbedaannya dengan
anjing-anjing ini adalah bahwa anjing-anjing tersebut sudah dibersihkan isi
perutnya. Hal ini merupakan praktik umum
di industri daging anjing.”
Dan
tidak hanya anjing-anjing yang berpenyakitan yang memasuki pasar tetapi juga banyak hewan pendamping
yang ditelantarkan. Hak Asasi Hewan Berkoeksistensi di Bumi atau Coexistence of
Animal Rights on Earth (CARE) menulis cerita yang disiarkan secara meluas
mengenai para pelanggan di suatu restoran yang sangat tidak senang ketika
menemukan empat sekrup logam dan selembar pelat yang menempel pada tulang di
mangkok bosingtang mereka, sebuah sajian populer yang dibuat dengan daging
anjing. Mereka tidak hanya meminta uang
mereka kembali tetapi juga mengajukan keluhan ke kantor walikota. Anjing tersebut dulunya adalah seekor hewan
pendamping yang telah menjalani operasi kaki, diperkuat dengan empat sekrup dan
pelat logam. Dan kemudian anjing itu
berakhir di sebuah tempat penjagalan, di mana potongan-potongan logam tersebut
tidak ketahuan, baik oleh penjagal maupun juru masaknya.
Tim
televisi yang menyamar mewawancarai Dr. Oh, yang menjelaskan: “Anjing-anjing
itu tidak diberi makan dengan pakan standar yang sesuai untuk anjing. Oleh karena itu, zat-zat yang beracun dari
anjing-anjing ini dapat menular kepada manusia.
Dan ketika zat-zat kimia tersebut terakumulasi di tubuh kita, maka hal
ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Daging anjing yang terkontaminasi dengan
kuman seperti Salmonella tidaklah aman bahkan jika Anda mendidihkan atau
mengukusnya karena kuman tersebut dapat bertahan hidup dan menyebabkan penyakit
pada manusia.”
Seorang
dokter lainnya, Dr. PD Kim, berkata: Selain itu, saat ini tidak ada undang-undang
yang mengatur industri penjagalan anjing jadi sebagian besar tempat penjagalan
anjing tidak dilengkapi dengan peralatan sanitasi yang memadai.” Tim penyamar
mengunjungi banyak rumah penjagalan dan secara konsisten menemukan bahwa
kondisi yang tidak sehat sangatlah serius.
“Kerumunan lalat yang beterbangan di sekitar anjing yang mati yang
tergeletak di atas meja kerja yang kotor. Di dinding, Anda dapat melihat
percikan noda darah dan cairan tubuh dari proses penjagalan. Para penjagal
anjing tidak mengenakan seragam sanitasi yang memadai dan anjing-anjing itu
diproses di atas lantai semen yang kotor.
Salah
satu dari kontroversi besar dalam industri daging anjing adalah mengenai
kurangnya regulasi, termasuk pengembang-biakan/peternakan, proses penjagalan, dan
distribusi anjing. Industri daging
anjing beroperasi di luar regulasi, tarif yang sah, atau standar sanitasi. Juru
bicara Kementrian Makanan, Pertanian, Perhutanan dan Perikanan Korea Selatan
yang mengawasi industri anjing mengatakan, “Guna mengatasi isu ini, kami
sebelumnya telah mengajukan proposal untuk menggolongkan anjing sebagai hewan
ternak sehingga penjagalan mereka dapat diatur di bawah undang-undang sanitasi
hewan ternak tetapi ada perdebatan sengit di antara ke dua pihak di kongres dan
juga di kalangan para warga dengan pandangan yang berbeda-beda tentang isu
ini.” Seperti yang diketahui oleh setiap
organisasi pelindung satwa, regulasi akan menciptakan eksistensi bagi industri
anjing yang lebih terindustrialisasikan, bahkan lebih banyak pabrik
mirip-peternakan, yang berwujud makin menambah jutaan anjing yang mati. Dengan
ditutupnya peternakan-peternakan yang lebih kecil, banyak orang melihatnya
sebagai tren yang patut disesalkan.
http://skdogcatcampaign.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar