Halaman

Senin, 27 Mei 2013

DESA MANGIR

Perjalanan kami mulai saat malam itu, Jumat 24 Mei 2013 pkl. 19.00 perjalanan teman2 dari Ketjilbergerak dan komunitas bertulang. Suasana gelap jalan yang jelek, sehingga kadang masuk lubang pun kami rasakan. Kami pun tiba di pendopo Dukuh desa Mangir, disana kami bertemu dengan para pemuda-pemudi setempat yang menyambut kami dengan hangat dan ramah. Suasana gelap dan sedikit mengerikan pun tidak kami rasakan, karena hilang dengan obrolan ramah bersama karang taruna setempat. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 kami pun berpamitan pulang, dan tiba di Jogja sudah pukul 22.00, wow cukup jauh kan perjalanan kami. 
           And the show is begin,,jadi begini silaturahmi teman2 Ketjilbergerak dan Komunitas Bertulang dalam rangka untuk berbagi ilmu bersama adik-adik di desa Mangir. Kami akan mengadakan workshop melukis dengan tema " Aku Cinta Desa Mangir", teman-teman dari Ketjilbergerak hanya sebagai fasilitator sedangkan untuk pemateri diisi oleh teman-teman Komunitas Bertulang yang terdiri dari Mas Rizal, Mas Alfin, Mas Maul, Mas Basuki ada beberapa lagi tapi lupa hehehehe....nih foto-foto saat workshop kemarin

Seru lo,,,antusiasme dari adik-adik di Mangir, meskipun awal-awal sempat bingung mau gambar apa kak, tapi hasil lukisan mereka wuihhh keren-keren. Angkat topi deh buat kakak-kakak dari Ketjilbergerak dan Bertulang yang dengan sabar membimbing adik-adik dari desa Mangir. 
Nih foto-foto kakak-kakak yang caem-caem dari Ketjilbergerak dan Komunitas Bertulang 


 Dengan berani adik kita yang bernama Icha yang baru usia TK ini menceritakan hasil karyanya lo,,,
                       Here we are Ketjilbergerak with Bertulang,,,setelah lelah seharian berbagi ilmu dengan adik-adik dari desa Mangir. 
         Ehhh,,,dari tadi cerita Mangir terus, Mangir apaan sih, penasaran ya, Mangir itu apa letaknya dimana. Nih dia penulis tadi dah coba tanya2 mbah google tentang desa Mangir. Yang jelas sih letaknya cukup jauh ya, di desa Pajangan Bantul. 
 
SEJARAH DESA MANGIR
Mangir adalah nama sebuah desa di daerah Jogja. Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, Mangir merupakan daerah perdikan, atau daerah bebas pajak. Sama seperti desa Galia yang tidak mau tunduk pada kekuasan Romawi, pada serial komik Aterix. Bagi kekuasan kerajaan Mataram Jogja, Mangir adalah duri dalam daging. Desa ini secara terang-terangan tidak mau tunduk pada kerajaan Mataram, apalagi membayar upeti seperti wilayah lainnya.  Tokoh pemberontak dari Mangir itu adalah Ki Ageng Mangir. Dia ditakuti karena memiliki pusaka sakti, tombak Kyai Plered.

Kekuatan Mangir, oleh Pramoedya Ananta Toer diangkat sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasan hegemonik feodalistik. Karya Pram ini agak beda dengan novel-novel sebelumnya. Teknik penulisannya berupa skenario pementasan, atau naskah drama yang harus dibaca oleh para pemainnya. Lengkap dengan prolog, dialog yang harus diucapkan oleh setiap pemainnya, serta keterangan yang membingkai jalinan cerita. Tapi hasilnya sama saja. Bagi pembaca yang terus mengikuti setiap jengkal kata akan segera menangkap hawa perlawanan itu.

Melalui Mangir pula, Pram ingin menguak kabut misteri yang selama ini menutupi sosok Ki Ageng Mangir yang sebenarnya. Menurut versi Mataram, Ki Ageng Mangir adalah pemberontak yang halal darahnya untuk dibunuh. Maka diaturlah sebuah skenario untuk menjebak Ki Ageng Mangir. Caranya,  Panembahan Senopati mengirim Pambayun, yang tak lain adalah anak perempuan tertuanya, untuk menyamar sebagai penari ronggeng ke desa Mangir, dengan harapan Mangir terpikat dan menjadikan Pambayun sebagai istrinya. Jebakan itu berhasil. Ki Ageng Mangir jatuh cinta.

Persoalan menjadi rumit ketika Pambayun kemudian secara tulus jatuh cinta kepada Ki Ageng Mangir, padahal tugasnya adalah membawa kepala Ki Ageng Mangir ke hadapan ayahandanya. Pambayun meminta Ki Ageng Mangir untuk mau datang menghadap ayahandanya, musuh politik  Ki Ageng Mangir sendiri yang kini adalah mertuanya sendiri. 

Berangkat dari sini, terjadi perbedaan versi. Ketika Ki Ageng Mangir menghadap Panembahan Senopati, kepala Ki Ageng Mangir pecah diantamkan ke batu. Peristiwa itu terjadi ketika Ki Ageng Mangir tunduk sujud  kepada mertuanya, setelah semua senjata dia lepaskan. Sebab menurut tradisi jawa, seorang menantu yang sedang sujud kepada mertua harus melepaskan seluruh senjatanya. Di sini Panembahan Senopati menang telak.  Setelah mati, jasad Ki Ageng Mangir dikubur dengan bagian kepala masuk dalam tembok kraton, sementara bagian kaki berada di luar tembok. Karena Ki Ageng Mangir adalah menantu raja tapi sekaligus pemberontak. Jadi jasadnya tidak bisa diterima secara utuh oleh istana.

Versi Pram, adalah keniscayaan bagi Ki Ageng Mangir untuk begitu saja tunduk kepada Raja Mataram. Itu bukanlah watak aslinya. Mangir sebelum mati pasti melakukan perlawanan hingga titik darah penghabisan. Bukan mati secara sia-sia di atas bongkahan batu, di bawah injakan kaki kuasa Panembahan Senopati!

Naskah Pram ini ingin membuka mata dunia bahwa kraton Mataram itu menyimpan watak licik, menghalalkan segala cara. Maestro perancang skenario pembunuhan itu adalah Ki Juru Martani.  Tentu dengan persetujuan Panembahan Senopati yang merasa kedudukannya terusik. Kisah ini tidak hanya berhenti pada masa kekuasaan Mataram.
(Resensi ditulis oleh Hartono) http://rumahbaca.wordpress.com/2007/09/11/mangir/

Okey itu aja yah,,yang penasaran monggo silahkan dateng ke Desa Mangir and enjoy the ecxotic village and the hospitality there,,ga kapok deh kesana meski jalannya bisa bikin orang keguguran hahahaha. Have a nice trip in Mangir people

Tidak ada komentar: