Perjalanan kami mulai saat malam
itu, Jumat 24 Mei 2013 pkl. 19.00 perjalanan teman2 dari Ketjilbergerak
dan komunitas bertulang. Suasana gelap jalan yang jelek, sehingga kadang
masuk lubang pun kami rasakan. Kami pun tiba di pendopo Dukuh desa
Mangir, disana kami bertemu dengan para pemuda-pemudi setempat yang
menyambut kami dengan hangat dan ramah. Suasana gelap dan sedikit
mengerikan pun tidak kami rasakan, karena hilang dengan obrolan ramah
bersama karang taruna setempat. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 kami
pun berpamitan pulang, dan tiba di Jogja sudah pukul 22.00, wow cukup
jauh kan perjalanan kami.
And the show is begin,,jadi begini silaturahmi teman2 Ketjilbergerak
dan Komunitas Bertulang dalam rangka untuk berbagi ilmu bersama
adik-adik di desa Mangir. Kami akan mengadakan workshop melukis dengan
tema " Aku Cinta Desa Mangir", teman-teman dari Ketjilbergerak hanya
sebagai fasilitator sedangkan untuk pemateri diisi oleh teman-teman
Komunitas Bertulang yang terdiri dari Mas Rizal, Mas Alfin, Mas Maul,
Mas Basuki ada beberapa lagi tapi lupa hehehehe....nih foto-foto saat
workshop kemarin
Seru lo,,,antusiasme dari adik-adik di Mangir, meskipun awal-awal sempat bingung mau gambar apa kak, tapi hasil lukisan mereka wuihhh keren-keren. Angkat topi deh buat kakak-kakak dari Ketjilbergerak dan Bertulang yang dengan sabar membimbing adik-adik dari desa Mangir.
Nih foto-foto kakak-kakak yang caem-caem dari Ketjilbergerak dan Komunitas Bertulang
Dengan berani adik kita yang bernama Icha yang baru usia TK ini menceritakan hasil karyanya lo,,,
Here we are Ketjilbergerak with Bertulang,,,setelah lelah seharian berbagi ilmu dengan adik-adik dari desa Mangir.
Ehhh,,,dari tadi cerita Mangir terus, Mangir apaan sih, penasaran ya, Mangir itu apa letaknya dimana. Nih dia penulis tadi dah coba tanya2 mbah google tentang desa Mangir. Yang jelas sih letaknya cukup jauh ya, di desa Pajangan Bantul.
SEJARAH DESA MANGIR
Mangir adalah nama sebuah desa di
daerah Jogja. Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, Mangir merupakan
daerah perdikan, atau daerah bebas pajak. Sama seperti desa Galia yang tidak
mau tunduk pada kekuasan Romawi, pada serial komik Aterix. Bagi kekuasan
kerajaan Mataram Jogja, Mangir adalah duri dalam daging. Desa ini secara
terang-terangan tidak mau tunduk pada kerajaan Mataram, apalagi membayar upeti
seperti wilayah lainnya. Tokoh
pemberontak dari Mangir itu adalah Ki Ageng Mangir. Dia ditakuti karena
memiliki pusaka sakti, tombak Kyai Plered.
Kekuatan Mangir, oleh Pramoedya
Ananta Toer diangkat sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasan hegemonik
feodalistik. Karya Pram ini agak beda dengan novel-novel sebelumnya. Teknik
penulisannya berupa skenario pementasan, atau naskah drama yang harus dibaca
oleh para pemainnya. Lengkap dengan prolog, dialog yang harus diucapkan oleh
setiap pemainnya, serta keterangan yang membingkai jalinan cerita. Tapi
hasilnya sama saja. Bagi pembaca yang terus mengikuti setiap jengkal kata akan
segera menangkap hawa perlawanan itu.
Melalui Mangir pula, Pram ingin
menguak kabut misteri yang selama ini menutupi sosok Ki Ageng Mangir yang
sebenarnya. Menurut versi Mataram, Ki Ageng Mangir adalah pemberontak yang
halal darahnya untuk dibunuh. Maka diaturlah sebuah skenario untuk menjebak Ki
Ageng Mangir. Caranya, Panembahan
Senopati mengirim Pambayun, yang tak lain adalah anak perempuan tertuanya,
untuk menyamar sebagai penari ronggeng ke desa Mangir, dengan harapan Mangir
terpikat dan menjadikan Pambayun sebagai istrinya. Jebakan itu berhasil. Ki
Ageng Mangir jatuh cinta.
Persoalan menjadi rumit ketika
Pambayun kemudian secara tulus jatuh cinta kepada Ki Ageng Mangir, padahal
tugasnya adalah membawa kepala Ki Ageng Mangir ke hadapan ayahandanya. Pambayun
meminta Ki Ageng Mangir untuk mau datang menghadap ayahandanya, musuh
politik Ki Ageng Mangir sendiri yang
kini adalah mertuanya sendiri.
Berangkat dari sini, terjadi
perbedaan versi. Ketika Ki Ageng Mangir menghadap Panembahan Senopati, kepala
Ki Ageng Mangir pecah diantamkan ke batu. Peristiwa itu terjadi ketika Ki Ageng
Mangir tunduk sujud kepada mertuanya,
setelah semua senjata dia lepaskan. Sebab menurut tradisi jawa, seorang menantu
yang sedang sujud kepada mertua harus melepaskan seluruh senjatanya. Di sini
Panembahan Senopati menang telak.
Setelah mati, jasad Ki Ageng Mangir dikubur dengan bagian kepala masuk
dalam tembok kraton, sementara bagian kaki berada di luar tembok. Karena Ki
Ageng Mangir adalah menantu raja tapi sekaligus pemberontak. Jadi jasadnya
tidak bisa diterima secara utuh oleh istana.
Versi Pram, adalah keniscayaan
bagi Ki Ageng Mangir untuk begitu saja tunduk kepada Raja Mataram. Itu bukanlah
watak aslinya. Mangir sebelum mati pasti melakukan perlawanan hingga titik
darah penghabisan. Bukan mati secara sia-sia di atas bongkahan batu, di bawah
injakan kaki kuasa Panembahan Senopati!
Naskah Pram ini ingin membuka
mata dunia bahwa kraton Mataram itu menyimpan watak licik, menghalalkan segala
cara. Maestro perancang skenario pembunuhan itu adalah Ki Juru Martani. Tentu dengan persetujuan Panembahan Senopati
yang merasa kedudukannya terusik. Kisah ini tidak hanya berhenti pada masa
kekuasaan Mataram.
(Resensi ditulis oleh Hartono)
http://rumahbaca.wordpress.com/2007/09/11/mangir/
Okey itu aja yah,,yang penasaran monggo silahkan dateng ke Desa Mangir and enjoy the ecxotic village and the hospitality there,,ga kapok deh kesana meski jalannya bisa bikin orang keguguran hahahaha. Have a nice trip in Mangir people
Tidak ada komentar:
Posting Komentar