Halaman

Kamis, 08 Mei 2014

Dogs Are Not Food

 Ini Anjing teman saya namanya Molly,,,yang lebih bikin lucu dan ngakak anjing ini tiap malam suka makan bakmi godhog Jawa. Hahaha tapi kalau pemiliknya malas mie goreng saja dia juga suka.
 

 Satu hari sebelum ikut kampanye " DOGS ARE NOT FOOD" dikirimi artikel keren ini sama mas @W2k_erwe,,,dia dapat dari teman-teman Animal Friends Yogyakarta ( @animalfriendsYK )  Salah satu organisasi nirlaba yang peduli akan binatang. Nah untuk saat ini mereka sedang fokus terhadap anjing-anjing yang dijadikan bahan konsumsi oleh manusi. Yukk baca disini....
.

Anjing adalah makhluk sosial dan hewan pendamping.  Anjing tidak terdaftar sebagai “hewan ternak untuk dikonsumsi” dan oleh karena itu tempat penjagalan untuk anjing tidak mengikuti SOP pemerintah yang telah disetujui tentang proses penjagalan, standar higiene, SOP untuk pengangkutan.
Animal Friends Jogja (AFJ), Garda Satwa Indonesia (GSI) dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) berprakarsa guna memulai kampanye ini untuk berbagai alasan.

1.  Dalam beberapa tahun terakhir ini ada laporan yang masuk tiap hari dari para warga yang peduli.  Kebanyakan dari laporan itu menyebutkan hal-hal  berikut: anjing dicuri orang yang mengendarai sepeda motor, para warga yang tinggal dekat LAPO melaporkan adanya suara anjing yang meraung-raung dan ketidak-nyamanan yang mereka alami akibat mengetahui apa yang sedang terjadi, para warga yang melaporkan meningkatnya jumlah LAPO, orang-orang yang makin menyadari bagaimana hewan ini ditangani dan dibantai, orang-orang yang melaporkan pengangkutan secara keji.  Semua laporan yang tidak terhitung banyaknya itu dan yang telah kami terima dalam beberapa tahun terakhir ini, meminta kami untuk membantu menghentikan praktik-praktik kekejaman tersebut. 

2.  Sesudah penyelidikan yang teliti oleh AFJ, GSI dan JAAN kami mendapati bahwa masalahnya lebih besar dari yang kami bayangkan.  Seluruh proses  termasuk cara anjing-anjing itu dicuri, diangkut, disekap, dibantai dan tidak adanya standar higiene sungguh mengejutkan.  Kekejaman yang teramat sangat dapat Anda lihat sekilas dalam rekaman video pendahuluan kami. 

3.  Dalam sebuah laporan tertulis oleh WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dinyatakan bahwa berjangkitnya rabies yang terus menerus di Bali berhubungan langsung dengan pengangkutan ilegal anjing ke Bali dengan maksud untuk dipotong.  Penyakit lain yang dapat ditularkan kepada manusia baik dari menangani atau memakan daging anjing adalah: rabies, kolera, trikinelosis. Hal ini telah menjadi isu kesehatan masyarakat.
Risiko besar lainnya adalah penyebaran penyakit-penyakit lain mengingat anjing-anjing itu berada dalam kondisi yang parah, menempuh perjalanan dalam keadaan yang mengerikan dan membawa penyakit seperti parvo atau distemper yang disebabkan oleh keadaan yang memprihatinkan yang dialami oleh anjing-anjing itu. Kemudian tentu saja masalah rabies yang sedang kita hadapi di Indonesia.

4.  Tak terhitung banyaknya artikel dan informasi yang tersedia tentang risiko kesehatan dalam mengonsumsi daging anjing . Walaupun perdagangan daging anjing di Indonesia tidak berada pada skala yang sama dengan Korea misalnya, kita tidak boleh menganggap remeh jumlah anjing yang dibunuh tiap minggu untuk dikonsumsi.  Di Yogyakarta saja diperkirakan 360 ekor anjing dibunuh tiap minggunya.  Kemudian kita harus mempertimbangkan bahwa Yogyakarta bukanlah daerah utama untuk daging anjing jadi kami memperkirakan bahwa di Manado dan Sumatra, di mana daging anjing dianggap sebagai makanan yang lezat, kita harus mengalikan jumlah tersebut dengan paling sedikit 5 kali (1800 per minggu dalam satu area tempat daging anjing merupakan makanan yang  lezat sehingga totalnya menjadi 3600).  Kemudian kota besar seperti Jakarta jelas memiliki jumlah yang lebih besar dari Yogyakarta dan paling sedikit dua kali lipat jumlah yang di Yogya yang berarti kira-kira 720 anjing per minggu.  Jadi, jika Anda menjumlahkan semua itu kita memperhitungkan sekitar 4680 anjing per minggu, 18.720 per bulan dan 224.640 per tahun.....Dan jangan lupa estimasi tersebut hanya di 4 daerah saja di Indonesia !!!

5.  Kekejaman semacam ini tidak dibenarkan oleh agama apa pun. AFJ, GSI dan JAAN akan mengorganisasikan sebuah lokakarya dengan berbagai tokoh religius yang juga tokoh masyarakat yang akan menjelaskan mengapa praktik-praktik yang keji itu tidak dapat diterima. 

6.  Kampanye ini BUKANLAH tentang ras atau latar belakang etnik.  Walaupun kita semua mengetahui bahwa di beberapa daerah memakan daging anjing merupakan hal yang umum, banyak orang dari berbagai agama dan latar belakang etnik memakan daging anjing karena mereka berpendapat bahwa daging anjing memiliki manfaat penyembuhan tertentu yang tidak pernah dibuktikan  secara ilmiah.
Kami tidak akan membahas tentang tradisi, kebudayaan, latar belakang etnik dll karena menurut pendapat kami hal-hal tersebut tidak ada hubungannya dengan kampanye ini.  Kami tidak akan terusik oleh para pihak yang tidak senang dengan kampanye kami dan yang mencoba untuk memutar-balikkan kampanye ini menjadi sesuatu yang bukan maksudnya. 

Tujuan kami:
Tujuan kami adalah untuk meningkatkan kesadaran mengenai hal ini dan untuk memperlihatkan kepada masyarakat tentang kekejaman yang terlibat di dalam praktik-praktik tersebut dan isu-isu kesehatan yang menyertainya.  Kami menghendaki agar pembantaian anjing menjadi ilegal berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas.

Tak terhitung banyaknya artikel dan informasi yang tersedia tentang risiko kesehatan dalam mengonsumsi daging anjing. Walaupun perdagangan daging anjing di Indonesia tidak berada pada skala yang sama dengan Korea misalnya, kita tidak boleh menganggap remeh jumlah anjing yang dibunuh tiap minggu untuk dikonsumsi.  Di Yogyakarta saja diperkirakan 360 ekor anjing dibunuh tiap minggunya.  Kemudian kita harus mempertimbangkan bahwa Yogjakarta bukanlah daerah utama untuk daging anjing jadi kami memperkirakan bahwa di Manado dan Sumatra, di mana daging anjing dianggap sebagai makanan yang lezat, kita harus mengalikan jumlah tersebut dengan paling sedikit 5 kali (1800 per minggu dalam satu area tempat daging anjing merupakan makanan yang  lezat sehingga totalnya menjadi 3600).  Kemudian kota besar seperti Jakarta jelas memiliki jumlah yang lebih besar dari Yogyakarta dan paling sedikit dua kali lipat jumlah yang di Yogya yang berarti kira-kira 720 anjing per minggu.  Jadi, jika Anda menjumlahkan semua itu kita memperhitungkan sekitar 4680 anjing per minggu, 18.720 per bulan dan 224.640 per tahun.....Dan jangan lupa estimasi tersebut hanya di 4 daerah saja di Indonesia !!!


Efek Terhadap Kesehatan Anda Ketika Mengonsumsi
Daging Anjing

Di seluruh Asia, daging anjing dikonsumsi untuk berbagai alasan, di samping sebagai kebiasaan saja. Berikut ini adalah beberapa “manfaat” yang dipercaya orang bahwa memakan daging anjing memiliki khasiat: Anti radang, meningkatkan kejantanan, menyembuhkan impotensi, efek “menghangatkan” di musim dingin, efek “menyejukkan” di musim panas.  Pastilah ada lebih banyak lagi hal yang disebut sebagai manfaat.  Namun, klaim-klaim tersebut di atas TIDAK mempunyai bukti ilmiah. Yang  telah diteliti dengan seksama dan dibuktikan adalah adanya risiko kesehatan manusia dari mengonsumsi daging anjing.
Sebagai contoh: riset menunjukkan bahwa memasok, menernakkan,  mengangkut, memotong dan mengonsumsi anjing dapat membantu penularan KOLERA, TRIKINELOSIS dan RABIES.

Rabies
Memasok dan memperdagangkan anjing untuk konsumsi manusia: Metode memasok anjing untuk dagingnya bervariasi di negara-negara yang berbeda dan di antara propinsi.  Namun, di seluruh Asia, anjing untuk diambil dagingnya biasanya diperoleh dari jalanan (dicuri/hewan peliharaan yang tidak lagi diinginkan atau terlantar dan tidak ada pemiliknya) atau dipasok dari peternakan anjing.
Di sebagian besar negara di Asia termasuk Indonesia, rabies bersifat endemik di kalangan populasi anjing dan anjing yang dikumpulkan dari jalanan yang tidak diketahui penyakit dan status vaksinasinya.  Meskipun demikian, tidak dilakukan pemeriksaan, jadi anjing yang terkena rabies tak terelakkan diambil bersama dengan yang lain dan dibunuh untuk dagingnya. Perdagangan skala besar dan perpindahan anjing-anjing semacam itu yang dilakukan untuk industri ini memungkinkan pemencaran yang cepat dan luasnya kisaran rabies dan penyakit-penyakit lainnya, seperti kolera dan trikinelosis.
Pada tahun 2008, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti perdagangan anjing untuk konsumsi manusia sebagai faktor kontributif terhadap penyebaran rabies di Indonesia, karena perdagangan tersebut mendorong hewan ini dari berbagai sumber untuk diangkut antar pulau.  Pengangkutan jarak jauh dan dalam jumlah besar dari anjing-anjing ini yang dibunuh untuk daging mereka juga dikaitkan dengan berjangkitnya rabies di Tiongkok (China) dan Vietnam.

Peternakan Anjing:
Peternakan anjing skala besar merupakan hal yang umum di Korea Selatan dan di Tiongkok, beberapa di antaranya menampung ribuan anjing. Kebanyakan dari peternakan ini tak beraturan dan tidak ada atau sedikit sekali rekomendasi untuk manajemen peternakan anjing, seperti langkah-langkah untuk pengendalian penyakit, penyediaan pakan hewan yang memadai, pembuangan limbah dll.  Tempat-tempat semacam itu memberikan kondisi yang optimal bagi mikroba untuk berkembang-biak: anjing-anjing yang secara biologis lemah dan rentan akan mudah terkena infeksi mikroba, terutama apabila mereka juga berada di dalam keadaan sosial yang tidak teratur dan hidup dalam kondisi yang tidak higienis dengan berdekatan. Lagi pula, akibat dari kondisi peternakan yang membuat tertekan dan berdesakan, anjing-anjing itu kerap berkelahi, meningkatkan kesempatan untuk penularan penyakit.  Mungkin peternakan anjing di Indonesia tidak sebesar di Korea Selatan atau di Tiongkok, tetapi peternakan tersebut tetap ada seperti di Bandung misalnya.

Penjagalan Anjing:
Selama proses penjagalan, rabies dapat ditularkan ke manusia melalui beberapa cara:

1.         Anjing yang dijagal untuk dagingnya kerap mengalami stres yang tinggi dan lebih mungkin untuk menggigit dan mencakar para penangannya, yang berpotensi menularkan penyakit yang membahayakan nyawa ini.

2.         Rabies dapat menular melalui kontaminasi sayatan atau lecet-lecet di kulit yang tidak diketahui ketika karkas ditangani. 

3.         Orang-orang yang menjagal anjing dapat juga menularkan virus itu kepada mereka sendiri jika mereka menyentuh mata atau bibir mereka ketika ada percikan cairan anjing di tangan mereka.

Riset menekankan bahwa penjagalan spesies penampung rabies yang tidak divaksinasi, seperti anjing, di daerah tempat lazimnya penyakit tersebut merupakan risiko yang signifikan terhadap kesehatan manusia.  Sebagai contoh, pada tahun 2007, ada wabah rabies di Ba Vi, Vietnam, daerah yang penting untuk perdagangan daging anjing dan Departemen Kesehatan Hewan tingkat Distrik atau District Department of Animal Health (DAH) melaporkan bahwa 70% kematian berasal dari gigitan anjing tetapi 30% ditengarai akibat terpapar pada waktu penjagalan atau pemotongan.
Pada tahun 2008, riset mengungkapkan bahwa 20% dari anjing yang diperiksa di rumah penjagalan di Hoai duc, Vietnam, terkena rabies.  Dalam menyikapi risiko yang dihadapi dalam penjagalan anjing, para pekerja di tempat-tempat pejagalan di daerah itu divaksinasi terhadap penyakit tersebut sebagai bagian dari program nasional untuk pengendalian dan pencegahan rabies.

Kolera
Beberapa wabah kolera akhir-akhir ini di Vietnam telah dikaitkan langsung pada produksi dan konsumsi daging anjing.  Misalnya, pada tahun 2008 ada wabah penyakit itu di sebelah utara Vietnam, yang mendesak diadakannya kajian untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko penularan kolera. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa konsumsi daging anjing, dan sediaan lain yang disajikan dengan daging itu, kuat kaitannya dengan merebaknya kolera. Menyusul temuan tersebut, perwakilan WHO di Vietnam, Jean-Marc Olive, memperingatkan bahwa memakan daging anjing, atau makanan lain dari penyalur yang menyajikan makanan itu, berkaitan dengan peningkatan risiko 20 kali lipat mengidap diare mengair (watery diarrhoea) yang parah dan akut yang umum disebabkan oleh bakteri kolera.

Trikinelosis
Trikinela adalah parasit zoonotik yang menyebabkan trikinelosis pada manusia.  Di Tiongkok, trikinelosis telah menjadi zoonosis parasitik asal-makanan yang penting,  dan konsumsi daging anjing dikorelasikan dengan delapan wabah. Mirip dengan di  Thailand, insiden larva Trikinela yang ditemukan dalam daging anjing di daerah yang menyukai konsumsi daging tersebut dianggap akan menjadi masalah besar yang akan datang terhadap kesehatan masyarakat.

Penyalah-gunaan Antibiotik
Di peternakan anjing, sejumlah besar anjing hidup dalam kurungan yang sempit, dalam kondisi yang sangat tertekan, dan biasanya makanan yang diberikan tidak cukup dan kualitasnya buruk. Faktor-faktor ini mengakibatkan bertambahnya tingkat penyakit infeksi dan tingkat kematian yang tinggi. Dalam upaya untuk mencoba mengendalikan penyebaran penyakit dan memaksimumkan produktifitas, terdapat bukti bahwa para peternak berupaya untuk menggunakan antibiotik dan vaksin secara serampangan dan berlebihan. 

Penggunaan antibiotik yang berlebihan semacam itu di peternakan hewan sudah umum dan mengarah pada peningkatan level resistensi terhadap antibiotik, yang dapat mengakibatkan konsekuensi yang negatif baik bagi kesehatan dan kesejahteraan hewan (karena penyakit tak lagi dapat ditangani) maupun bagi kesehatan manusia (ketika bakteri yang resisten terhadap antibiotik berpindah dari hewan kepada manusia). Misalnya, salmonella dan kampilobakter yang terdapat dalam penyakit manusia sebagian besar disebarkan melalui makanan. Bakteri yang sangat resisten-antibiotik seperti methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan Escherichia coli telah muncul di peternakan hewan di banyak negara baru-baru ini, dan dapat ditularkan kepada manusia.

Di Korea Selatan dan Tiongkok, seperti juga di banyak negara lainnya, penggunaan antibiotik dalam sistem produksi hewan ternak sudah merupakan masalah yang serius, dan isu tersebut kemungkinan akan menjadi lebih buruk di peternakan anjing yang peraturannya hanya sedikit, dan tidak ada pengawasan mutu daging atau residu obat.
Sumber: http://www.changeforanimals.org

KEBENARAN NYATA TENTANG DAGING ANJING

Korea Selatan  merupakan lingkungan yang membahayakan, menyengsarakan, dan mengerikan bagi anjing, tempat anjing-anjing itu tinggal dalam kondisi yang membangkitkan kejahatan yang parah dari Abad Pertengahan.  Akan tetapi, lingkungan itu juga berbahaya bagi manusia.  Industri daging anjing yang buruk tersebut merupakan momok yang serius terhadap sanitasi dan kesehatan Korea Selatan.  Industri yang kotor ini menyerukan pengawasan, tetapi satu-satunya pengawasan yang pantas haruslah penghapusan industri itu guna menghentikan penganiayaan parah dan tak dapat dibenarkan terhadap anjing dan kucing dan kemungkinan besar adanya konsekuensi katastrofik dari bencana kesehatan masyarakat.
Pada tahun 2011, program televisi yang inovatif yang merupakan tuduhan yang sangat mengena terkait industri daging anjing ditayangkan di Korea Selatan.  Program yang judulnya “Makanan Sehat yang Membahayakan Korea Selatan — Kebenaran yang Tidak Menyenangkan Tentang Daging Anjing,” itu salah satu segmennya menggunakan tim para reporter yang menyamar dan mereka mengajukan 17 sampel daging anjing yang berbeda ke Pusat Penelitian Lingkungan Kesehatan Seoul (Seoul Health Environmental Research Center),  yang menguji sampel-sampel tersebut dengan hasil yang mengejutkan.
“Di antara ke-17 sampel yang diuji itu, kuman ditemukan di dalam 7 sampel; 6 jenis kuman biasa, 4 jenis basilus usus besar (colon bacillus), dan 1 jenis stafilokokus kuning ditemukan di atas batas standar yang diperkirakan.”
Dan penyalah-gunaan antibiotik dan steroid yang meluas yang digunakan untuk mencegah penyakit dalam diri anjing yang dibunuh untuk dagingnya, terungkap sebagai kekhawatiran yang gawat terhadap kesehatan.  Seorang peternak daging anjing bercerita kepada para pewawancara bahwa dia menggungakan antibiotik di atas batas yang diizinkan. “Untuk seekor anjing yang besar yang beratnya sekitar 20kg, kami menyuntik kira-kira 15-20ml antibiotik.” Seorang dokter hewan menanggapi, “Ketika anjing yang diobati dengan antibiotik dimakan sementara pengobatan masih efektif di dalam sistem tubuhnya, maka hal itu akan membawa efek yang membahayakan nyawa manusia.”
Beberapa peternak anjing berbicara tentang mendapatkan anjing yang berpenyakit kulit dengan harga yang lebih murah dari peternakan anjing. Seorang peternak berkata, “Anjing yang biasanya laku sekitar 4.500 won dapat dibeli dengan harga murah untuk kira-kira 2.000 won kalau anjing itu bermasalah dengan kulitnya.  Orang-orang berpikir ‘hal itu menjijikkan’ tetapi bagi kami, itu mudah diatasi.  Kami dapat membakar kulitnya dengan obor las dan kulitnya langsung copot. Masalah teratasi.”
Peternak itu menjelaskan bahwa pelanggan tidak akan pernah curiga akan adanya masalah, karena tidak ada tanda-tanda penyakit yang tertinggal segera sesudah kulitnya dibakar.  Sebenarnya para reporter yang menyamar menemukan peternakan anjing yang khusus membeli anjing yang berpenyakit kulit dan menjualnya ke restoran daging anjing. Seekor anjing yang menderita skabies tetap tampak berpenyakitan bahkan sesudah kulitnya dibakar. Akan tetapi, peternak itu mengatakan bahwa mutu dagingnya masih baik.  Ada sedikit lemak, dan “ketika Anda bakar kulitnya semuanya menjadi kehitaman jadi Anda tidak dapat melihat masalah kulit tersebut.” Peternak itu juga merasa yakin bahwa dia tidak akan ketahuan menjual anjing sakit. Sambil berbicara, dia menyuntik semacam zat ke tubuh seekor anjing yang masih hidup, yang kemudian mulai gemetar. Beruntunglah si peternak ketika dia memulai proses pembunuhan, pembakaran kulit tidak saja menghilangkan bulu tetapi juga menyamarkan segala penyakit atau kondisi kulit yang pernah dipunyai anjing itu.  Dan anjing-anjing berpenyakitan tersebut diangkut ke banyak restoran dan toko makanan sehat untuk gaesoju. “Tampak lebih baik jika dibakar.  Dan kalau Anda menyayatnya menjadi potong-potongan bahkan jika kulitnya menempel tidak ada masalah karena malah lebih sulit untuk dilihat.”
Pengungkapan yang bahkan lebih besar, seperti anjing-anjing yang terlihat dari tempat penjagalan yang menderita distemper anjing, salah satu dari penyakit-penyakit lainnya, bahwa anjing-anjing yang mati akibat penyakit yang menular secara rutin didistribusikan untuk dagingnya.
Seorang peternak anjing menyatakan bahwa, “Ketika sekelompok anjing mati akibat penyakit menular, anjing-anjing itu lalu dibekukan dan disimpan di lemari pembeku (freezer).” Dia melanjutkan dengan berkata bahwa tidak berbahaya memakan daging anjing itu selama anjing-anjing itu diberi obat.  “Anjing-anjing yang mati akibat penyakit selalu dibekukan.  Jadi kalau ada order dari seorang pelanggan yang perlu diantar keesokan harinya, maka kami basahi daging anjing itu dengan air yang mengalir pada malam sebelumnya agar daging itu melunak.  Perbedaannya dengan anjing-anjing ini adalah bahwa anjing-anjing tersebut sudah dibersihkan isi perutnya.  Hal ini merupakan praktik umum di industri daging anjing.”
Dan tidak hanya anjing-anjing yang berpenyakitan yang memasuki  pasar tetapi juga banyak hewan pendamping yang ditelantarkan. Hak Asasi Hewan Berkoeksistensi di Bumi atau Coexistence of Animal Rights on Earth (CARE) menulis cerita yang disiarkan secara meluas mengenai para pelanggan di suatu restoran yang sangat tidak senang ketika menemukan empat sekrup logam dan selembar pelat yang menempel pada tulang di mangkok bosingtang mereka, sebuah sajian populer yang dibuat dengan daging anjing.  Mereka tidak hanya meminta uang mereka kembali tetapi juga mengajukan keluhan ke kantor walikota.  Anjing tersebut dulunya adalah seekor hewan pendamping yang telah menjalani operasi kaki, diperkuat dengan empat sekrup dan pelat logam.  Dan kemudian anjing itu berakhir di sebuah tempat penjagalan, di mana potongan-potongan logam tersebut tidak ketahuan, baik oleh penjagal maupun juru masaknya.
Tim televisi yang menyamar mewawancarai Dr. Oh, yang menjelaskan: “Anjing-anjing itu tidak diberi makan dengan pakan standar yang sesuai untuk anjing.  Oleh karena itu, zat-zat yang beracun dari anjing-anjing ini dapat menular kepada manusia.  Dan ketika zat-zat kimia tersebut terakumulasi di tubuh kita, maka hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius.  Daging anjing yang terkontaminasi dengan kuman seperti Salmonella tidaklah aman bahkan jika Anda mendidihkan atau mengukusnya karena kuman tersebut dapat bertahan hidup dan menyebabkan penyakit pada manusia.”
Seorang dokter lainnya, Dr. PD Kim, berkata: Selain itu, saat ini tidak ada undang-undang yang mengatur industri penjagalan anjing jadi sebagian besar tempat penjagalan anjing tidak dilengkapi dengan peralatan sanitasi yang memadai.” Tim penyamar mengunjungi banyak rumah penjagalan dan secara konsisten menemukan bahwa kondisi yang tidak sehat sangatlah serius.  “Kerumunan lalat yang beterbangan di sekitar anjing yang mati yang tergeletak di atas meja kerja yang kotor. Di dinding, Anda dapat melihat percikan noda darah dan cairan tubuh dari proses penjagalan. Para penjagal anjing tidak mengenakan seragam sanitasi yang memadai dan anjing-anjing itu diproses di atas lantai semen yang kotor.
Salah satu dari kontroversi besar dalam industri daging anjing adalah mengenai kurangnya regulasi, termasuk pengembang-biakan/peternakan, proses penjagalan, dan distribusi anjing.  Industri daging anjing beroperasi di luar regulasi, tarif yang sah, atau standar sanitasi. Juru bicara Kementrian Makanan, Pertanian, Perhutanan dan Perikanan Korea Selatan yang mengawasi industri anjing mengatakan, “Guna mengatasi isu ini, kami sebelumnya telah mengajukan proposal untuk menggolongkan anjing sebagai hewan ternak sehingga penjagalan mereka dapat diatur di bawah undang-undang sanitasi hewan ternak tetapi ada perdebatan sengit di antara ke dua pihak di kongres dan juga di kalangan para warga dengan pandangan yang berbeda-beda tentang isu ini.”  Seperti yang diketahui oleh setiap organisasi pelindung satwa, regulasi akan menciptakan eksistensi bagi industri anjing yang lebih terindustrialisasikan, bahkan lebih banyak pabrik mirip-peternakan, yang berwujud makin menambah jutaan anjing yang mati. Dengan ditutupnya peternakan-peternakan yang lebih kecil, banyak orang melihatnya sebagai tren yang patut disesalkan.
http://skdogcatcampaign.com

Tidak ada komentar: