SKIZOFRENIA
1. Sejarah Skizofrenia
Menurut
seorang ahli jiwa Dr. Dadang Hawari dalam bukunya Pendekatan Holistik Pada
Gangguan Jiwa Skizofrenia, skizofrenia
adalah kelainan otak yang kronis, parah dan membuatnya tidak berfungsi, dan
telah dikenal orang disepanjang sejarah. Skizofrenia juga bisa diartikan
sebagai suatu penyakit atau gangguan mental yang dapat memperburuk tingkah
laku, sikap, pemikiran, sensasi, dan persepsi (Hawari,2001). Penderitanya biasanya disebut skizofren atau
orang yang mengalami gangguan psikosis (penderita kesadaran jiwa). Penyakit
skizofrenia sendiri sebetulnya sudah ada sejak lama, tapi baru sekitar seratus
tahun yang lalu penyakit ini mulai ditemui dalam kepustakaan kedokteran.
Skizofrenia pertama kalinya diidentifikasi sebagai "demence precoce" atau gangguan mental dini oleh Benedict Muler
(1809-1873), seorang dokter berkebangsaan Belgia pada tahun1860. Supratiknyo(
Hawari. 2001).
Menurut
sejarah ada empat ilmuwan yang merupakan tokoh
dari skizofrenia ini. Mereka adalah Hughlings Jackson, Eugen Bleuler,
Emil Kraeplin dan Kurt Schneider. Keempat tokoh ini memiliki pandangan
tersendiri tentang skizofrenia. Misalnya Hughlings Jackson melihat gangguan
skizofrenia dari adanya gangguan susunan saraf pusat otak, gejala-gejala negatif
yang muncul pada skizofrenia adalah akibat dari kerusakan otak sehingga
mengakibatkan gangguan perilaku manusia. Sedangkan menurut Eugen Bleuler
skizofrenia diakibatkan adanya keretakan proses berpikir dan ketidakmampuan
seseorang melakukan hubungan dengan dunia luar. Emil Kraepelin memandang bahwa
skizofrenia merupakan kemerosotan atau kemunduran dalam proses berpikir dan
juga perasaan. Kraeplin juga menyebutkan bahwa skizofrenia awalnya adalah “dementia praecox”, yaitu kemunduran daya
ingat sebelum waktunya, padahal skizofrenia biasanya ditemukan pada dewasa
awal. Tapi Kraeplin juga menemukan pada mereka yang di usia remaja awal.
Sehingga kadang membuat orang untuk cenderung menarik diri dan kehilangan
dorongan kehendak dari dalam dirinya. Terakhir menurut Schneider, dia lebih
menekankan pada gejala yang lebih spesifik, bahwa skizofrenia dilihat dari
gejala seperti adanya halusinasi dan delusi. (Hawari,2001).
2. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia
adalah penyakit mental yang menyebabkan penderitanya memiliki perilaku atau
sikap yang aneh. Namun banyak para ahli menjelaskan tentang apa itu
skizofrenia, berdasarkan penelitian dan kasus-kasus yang mereka temui di
lapangan atau terhadap penderita skizofrenia itu sendiri.
Skizofrenia adalah kondisi psikotis dengan gangguan
disintegrasi, depersonalisasi, dan kebelahan atau kepecahan struktur
kepribadian, serta regresi yang parah. Penderita selalu melarikan diri dari
realitas hidup, dan berdiam dalam dunia fantasinya. Dia tidak memahami
lingkungannya dan reaksinya selalu maniacal
atau kegila-gilaan. (Kartono 1986).
Skizofrenia
adalah kelainan otak yang kronis, parah dan membuatnya tidak berfungsi, dan
telah dikenal orang disepanjang sejarah. Skizofrenia juga bisa diartikan
sebagai suatu penyakit atau gangguan mental yang dapat memperburuk tingkah laku,
sikap, pemikiran, sensasi, dan persepsi (Hawari,2001).
Skizofrenia
adalah salah satu gangguan yang sangat menyimpang dari berpikir terhadap
realitas yang ada. Berpikir, persepsi dan emosi yang buruk, penderita kadang
menarik diri dari interaksi sosial, dan juga individunya menunjukkan perilaku
yang ganjil (Feldman,2005). Meskipun banyak penelitian tentang skizofrenia,
namun tiap simptom yang ditunjukkan oleh penderita juga berbeda-beda, penderita
skizofrenia menunjukkan pola yang berbeda-beda. Penderita skizofrenia biasanya
akan mengalami:
Delusi,
penderita skizofrenia sering mengalami delusi, benar-benar tahan, keyakinan
yang tidak bisa tergoyahkan tanpa dasar terhadap realitas yang ada. Berdasarkan
pengalaman delusi dari penderita skizofrenia, bahwa penderita skizofrenia
merasa hidupnya dikontrol oleh orang lain, mereka disiksa oleh orang lain,
pikiran mereka seperti disiarkan sehingga orang lain bisa tahu apa yang sedang
dia pikirkan Siddle&Stompe (Feldman,2005).
Halusinasi
dan Gangguan persepsi, penderita skizofrenia tidak merasakan dunia seperti
orang lain. Mereka punya halusinasi, pengalaman merasakan sesuatu yang tidak
pernah ada. Lebih jelasnya, penderita skizofrenia sering mendengar, melihat
atau mencium sesuatu yang orang lain tidak bisa rasakan, bahkan terkadang
mereka tidak bisa merasakan tubuh mereka sendiri seperti orang lain. Penderita
skizofrenia juga memiliki kesulitan dimana tubuh mereka harus berhenti atau
beristirahat, hampir sama dengan parkinson yang sulit mengontrol tubuh mereka.
Copolov ( Feldman,2003).
Gangguan
Emosi, penderita skizofrenia terkadang menunjukkan emosi yang kosong atau
kurang, meski dalam situasi tertentu atau kadang tanpa emosi sama sekali.
Sebaliknya kadang penderita skizofrenia menunjukkan emosi yang berlebihan.
Bahkan penderita skizofrenia bisa tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang
jelas. Penderita skizofrenia juga sering menutup diri, penderita skizofrenia
biasanya tidak tertarik dengan dunia luar. Mereka tidak bersosialisasi dengan
orang lain atau berkomunikasi dengan dunia luar. Kadang yang lebih ekstrem
penderita skizofrenia mengurung diri, dan tidak mau bertemu dengan siapapun.
Mereka lebih suka mengurung diri di kamar, tempat yang tidak ada siapa-siapa
selain dia (Feldman,2005 ).
Skizofrenia
secara bahasa dapat diartikan “Splitting
of the mind” pikiran yang terpecah, yaitu pecahnya antara pikiran dan
emosi. Skizofrenia merupakan gangguan psikotik, yang ciri-cirinya terdapat
dalam pikiran, persepsi dan kesadaran (Gazzaniga&Todd,2003). Skizofrenia
tidak bisa disangkal merupakan penyakit atau gangguan mental yang paling
menghancurkan, bagi penderita skizofrenia dan juga keluarga orang penderita
skizofrenia. Skizofrenia sendiri kombinasinya adalah gerak, kognitif, perilaku
dan persepsi abnormal, merupakan hasil dari gangguan skizofrenia itu sendiri.
Beberapa penelitian menggolongkan skizofrenia menjadi dua golongan yaitu
skizofrenia simptom positif dan skizofrenia simptom negatif.
Skizofrenia
simptom positif, ditandai dengan adanya delusi dan halusinasi yang merupakan
simptom yang paling banyak ditemui dalam skizofrenia. Delusi adalah kesalahan
seseorang terhadap apa yang dia percaya atau kebenaran yang salah. Halusinasi
juga simptom dari skizofrenia, halusinasi frekuensinya dengan pendengaran,
meskipun terkadang juga penglihatannya. Berikut contoh Halusinasi seorang
penderita skizofrenia dalam buku Gazzaniga&Tood,2003 :
“saya takut untuk pergi keluar, dan ketika saya
melihat ke jendela sepertinya semua orang berteriak kepada saya “Bunuh dia,
bunuh dia”. Ketika saya pergi ke supermarket orang-orang di sana mengatakan
“Ayo berlindung…yesus di sana, sebagai jawaban kita” Dan hal itu semakin buruk
terjadi pada saya.” (O’Neil,1984).
Itu
merupakan contoh halusinasi suara, jadi penderita skizofrenia selalu mendengar
suara-suara yang tidak bisa didengar oleh orang lain. Suara itu selalu
terngiang-ngiang dalam pikiran orang yang menderita skizofrenia. Baru-baru
ini ada penelitian tentang halusinasi,
bahwa halusinasi terkait dengan aktivitas di area kortek yang memproses
external sensor respon seseorang. Contohnya halusinasi pendengaran akan
meningkatkan aktivitas di area kortek
(Gaazaniga&Todd,2003).
Kemudian
simptom positif lainnya adalah kehilangan kesatuan, biasanya penderita
skizofrenia akan kehilangan kesatuan. Penderita skizofrenia akan mengalami
perubahan, seperti dia tidak tertarik saat membicarakan topik tertentu. Atau
ketika ada sesuatu yang dia lihat dia tidak akan cenderung membicarakannya.
Namun bila ada hal yang tidak ada secara realita maka akan dia bicarakan.
Simptom
negatif skizofrenia, yaitu seringkali penderita skizofrenia menarik diri atau
mengisolasi diri mereka. Penderita skizofrenia biasanya menghindari kontak mata
dan merasa apatis. Mereka tidak memiliki ekspresi emosi ketika membicarakan
subjek tertentu yang membutuhkan ekspresi emosi, atau kadang berbicara secara
datar.
Penyebab
dari penyakit ini sampai saat ini masih sukar diketahui, memang banyak pendapat
yang berkembang, tentang penyebab dari skizofrenia, tapi untuk kejelasan yang
pasti memang sulit. Faktor- faktor yang menjadi penyebab skizofrenia ini juga
beraneka ragam, seperti faktor lingkungan, pendidikan, masalah hidup, faktor
genetik, virus, atau adanya malnutrisi (kekurangan gizi). Jadi masih banyak
diperbincangkan sebenarnya penyebab yang pasti dari gangguan skizofrenia ini
apa. Orang hanya bisa melihat dari gejala yang muncul saja.
Biasanya
gejala awal skizofrenia muncul pada usia remaja akhir dan dewasa muda, sehingga
sering menyebabkan individu mengalami kegagalan dalam pencapaian hidupnya
sehingga terkadang mereka hanya menjadi beban keluarganya. Tapi yang lebih
sering gangguan skizofrenia muncul pada usia dibawah 45 tahun. Seseorang
dikatakan skizofrenia atau didiagnosis apabila perjalanan penyakitnya sudah berlangsung
6 bulan. Sebelumnya diawali dengan gejala awal skizofrenia yaitu fase
prodnormal. Biasanya penderita tidak bisa berpikir secara rasional, perilaku
aneh, menarik diri, tidak bisa beraktifitas seperti biasanya atau malas.
3. Gejala-gejala Skizofrenia
Gejala
yang tampak biasanya beragam, dari mulai gangguan pada alam pikir, perasaan dan
perilaku yang mencolok seperti penderita berbicara kacau, tidak rasional,
perasaan tidak menentu, marah tanpa sebab, agresif, sebentar dia bahagia lalu
nanti bisa sedih, lalu kadang penderita juga menarik diri dari lingkungan,
tidak mau bicara, dan lebih suka tertawa sendiri. Gejala mencolok di atas mudah
dikenali, bahkan yang lebih ekstrim kadang penderita bisa mengganggu orang
lain, merusak benda-benda yang ada di sekitarnya.
Gejala-gejala
skizofrenia sendiri dibedakan menjadi dua yaitu gejala positif dan negatif.
Gejala positf diantaranya seperti :
a.
Delusi yaitu suatu keyakinan yang tidak
rasional tidak masuk akal, tapi penderita tetap meyakini bahwa hal itu ada.
b.
Halusinasi yaitu pengalaman panca indera
tanpa ada rangsangan. Misalnya penderita mendengar suara-suara, padahal tidak
ada suara apapun.
c.
Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat
dari isi pembicaraan penderita, misal dia suka bicara kacau tanpa makna.
d.
Gaduh, gelisah, tidak dapat diam,
mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat yang berlebihan.
e.
Merasa dirinya hebat dan jenius.
f.
Pikiran penuh dengan curiga seakan-akan
sedang ada yang mengancam dia
g.
Menyimpan rasa permusuhan
Gejala
negatif skizofrenia yaitu :
a.
Alam perasaan yang tumpul atau ekspresi
yang datar
b.
Menarik diri dari dunia luar, tidak mau
bergaul atau kontak dengan orang di sekitarnya
c.
Kontak emosional yang kurang, diajak bicara hanya diam saja
d.
Pasif dan apatis
e.
Sulit dalam berpikir abstrak
f.
Pola pikir stereotype
g.
Tidak punya inisiatif atau usaha dan
upaya.
4. Tipe-tipe Skizofrenia
a.
Skizofrenia tipe Hebefrenik yaitu kacau
balau yang ditandai dengan adanya inkoherensi (pikiran yang tidak dapat
dimengerti orang lain), tidak adanya ekspresi, tertawa sendiri, halusinasi dan
perilaku aneh.
b.
Skizofrenia tipe Katatonik, tipe ini
penderita lebih suka mengurung diri dan menarik diri dari pergaulan, sehingga
seperti patung diam saja. Sikap tubuh juga katatonik yaitu sikap yang tidak
wajar atau aneh.
c.
Skizofrenia tipe Paranoid, penderita
tipe ini mengalami gangguan alam perasaan yang hebat, biasanya penderita
merasakan kecemasan yang begitu hebat. Misal akan dibunuh, atau bisa saja
mengaku dirinya nabi dll.
d.
Skizofrenia tipe Residual adalah
biasanya penderita memiliki perasaan yang tumpul dan tidak peduli dengan
lingkunganya, dan juga pikiran yang tidak rasional. (Hawari,2001).
Secara
klinis untuk mengatakan atau mendiagnosis seseorang menderita skizofrenia atau
tidak, ada tahapanya yaitu :
a. Delusi atau waham yang aneh, seperti hal-hal
yang tidak masuk akal dalam kenyataan.
b.
Delusi atau waham somatik (fisik),
merasa dia yang paling besar, paling berkuasa.
c.
Delusi atau waham dikejar-kejar.
Mendengar suara, sehingga menurut penderita dia sedang dikejar-kejar. Tapi
belum sampai pada tahap kecemasan.
d.
Halusinasi akan alat indera. Mendengar
suara-suara. Melihat sesuatu, yang orang lain tidak bisa lihat dan tidak ada
suara apapun.
e.
Perasaan tumpul atau datar
f.
Deteriorasi ( kemunduran/kemerosotan ),
yaitu fungsi adaptasi terhadap lingkungan sudah tidak ada.
Setelah
gejala-gejala ringan itu sudah berlangsung selama kurang lebih 6 bulan. Maka
segera harus diperikasakan untuk mendapatkan penanganan yang lebih lanjut.
5. Penyebab Skizofrenia
Penyebab
skizofrenia saat ini masih sulit untuk ditentukan, apakah karena faktor
genetik, lingkungan, atau akibat dari stressor lainnya. Hal itu sampai sekarang
masih menjadi perdebatan di kalangan para peneliti. Namun berdasarkan
penelitian yang ada, penyebab skizofrenia dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
genetika, biokimiawi dan lingkungan. Berikut penjelasan penyebab skizofrenia :
1.
Faktor genetika
Studi
keluarga menunjukan bahwa keluarga skizofrenik lebih mungkin mengembangkan
gangguan tersebut dibanding dengan orang-orang dari keluarga yang tidak
menderita skizofrenia. Kembar
monozigotik (MZ) keduanya lebih mudah terkena skizofrenia dibangdingkan dengan
kembar dizigotik (DZ). Sekalipun misalnya kembar MZ dari penderita skizofrenia
tidak didiagnosis menderita skizofrenia, terdapat kemungkinan yang besar bahwa
dia akan abnormal dalam hal tertentu. Suatu ulasan tentang beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hanya 13% dari kembar MZ penderita skizofrenia yang dianggap
normal. Heston ( Atkinson, 1983)
Orang
tua yang menderita skizofrenia lebih mungkin menularkan gangguan jiwanya pada
anak-anaknya melalui praktek membesarkan anak yang salah ketimbang melalui
gen-gen yang kurang baik. Kendatipun demikian suatu penelitian tentang
anak-anak yang memiliki ibu penderita skizofrenai tetapi dipisahkan dari orang
tuanya, kemudian di asuh di panti asuhan, memberikan bukti tambahan bagi yang
mendukung hipotesis genetik. Anak ini dinilai pada waktu dewasanya dibandingkan
dengan kelompok kendali yang dilahirkan oleh orang tua normal dan dibesarkan di
panti asuhan. Skizofrenia ditemukan pada anak yang berasal dari ibu yang menderita
skizofrenia. Heston ( Atkinson, 1983 ).
2.
Faktor Biokimiawi
Keabnormalan
yang ada pada penderita skizofrenia dan tidak pada subjek kendali mungkin
merupakan sebab gangguan tersebut atau akibat gangguan tersebut, atau
keabnormalan itu mungkin berasal dari beberapa aspek pengobatan. Misalnya
pertama kali subjek masuk Rumah Sakit diawali keadaan panik atau agitasi yang
intens selama berminggu-minggu yang menyebabkan perubahan tubuh. Perubahan ini
berkaitan dengan kurang tidur, makan yang tidak cukup dan juga stress.
Keabnormalan biokimiawi lain juga dapat
dikaitkan dengan pengobatan, kebanyakan
pasien skizofrenia minum obat-obatan pskikotik yang bekasnya tetap ada dalam
darah selama beberapa waktu. Beberapa kondisi disebabkan karena berada di Rumah
Sakit dalam jangka waktu yang lama.
Teori
biokimiawi tentang gangguan afektif berfokus pada neuropinefrin dan serotonin,
tetapi penelitian tentang skizofrenia berfokus pada dopamine suatu neuortransmitter
yang aktif pada kawasan otak yang dianggap terlibat dalam pengaturan emosi (sistem limbik). Beberapa obat-obatan
yang ditemukan tahun-tahun belakangan ini terbukti secara efektif untuk
menyembuhkan beberapa gejala skizofrenia. Obat-obatan antipsikotik atau (neuroleptik)
ini terbukti memblokir reseptor dopamin Snyder (Atkinson,1983). Fakta ini
menunjukkan bahwa keabnormalan pada metabolisme dopamin mungkin merupakan sebab
pokok skizofrenia. Bukti selanjutnya didapat dari pengamatan pada efek amfetamin, atau “speed”, yang telah diketahui meningkatkan keluarnya dopamine. Para pemakai obat yang minum amfetamin dengan dosis berlebih
memperlihatkan perilaku psikotik yang
sangat serupa dengan skizofrenia paranoid, dan gejala-gejalanya dapat
disembuhkan dengan obat-obatan antipsikotik yang digunakan untuk mengobati
skizofrenia. Jika amfetamin dosis
rendah diberikan kepada penderita skizofrenia, gejala-gejalanya menjadi lebih
jelek. Dalam kasus-kasus ini obat tersebut tidak menimbulkan sakit jiwa itu
sendiri, melainkan obat tersebut memperburuk gejala-gejala apa saja yang
dialami penderita.
Sejumlah
besar senyawa kimiawi berfungsi sebagai neurotransmitter
dan skizofrenia mungkin saja terpengaruh oleh interaksi kompleks antara
senyawa-senyawa tersebut. Kita harus tahu lebih jauh bagaimana neurotransmitter ini berinteraksi satu
dengan yang lain sebelum mendapatkan pemahaman yang jelas tentang sifat
biokimiawi skizofrenia. Akan tetapi sekalipun suatu kecenderungan turunan pada
keabnormalan biokimiawi tertentu dapat didemonstrasikan, barangkali
faktor-faktor psikologislah yang akan menentukan apakah individu tersebut
benar-benar dapat berkembang menjadi penderita skizofrenia.
3.
Faktor sosial dan psikologis
Penelitian
tentang faktor psikologis sebagai sebab skizofrenia berfokus pada hubungan
orang tua dan anak, pola komunikasi dalam keluarga. Penelitian keluarga
penderita skizofrenia mengidentifikasikan dua tipe keluarga yang tampaknya
dapat menyebabkan gangguan tersebut. Pada keluarga pertama orang tua sangat
menarik batas dan tidak mau bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama,
masing-masing tidak menghargai dan mencoba mendominasi yang lain serta berlomba
memperoleh kesetiaan anaknya. Kedua tidak terdapat perselisihan yang terbuka,
orang tua yang dominan menunjukkan psikopatologi yang serius sehingga orang tua
yang satunya secara pasif menerimanya sebagai hal normal. Lidz (Atkinson,1983).
Kedua keluarga di atas mengambarkan keluarga yang aneh, tidak dewasa, dan yang
memanfaatkan anaknya untuk memenuhi kebutuhan mereka dan dengan mudah
menyebabkan anak-anak merasa bingung, terasing dan tidak yakin akan perasaan
yang sebenarnya. Dalam arti tertentu anak-anak tumbuh dan belajar menerima distorsi-distorsi realita orang tuanya sebagai
hal yang normal.
Penyelidikan
laboratorium yang merekam pembicaraan keluarga skizofrenia ketika sedang
memecahkan masalah bersama menunjukkan bahwa keluarga ini mengalami kesulitan
dalam memusatkan perhatian, dibandingkan dengan keluarga lainnya Goldenberg (Atkinson
1983). Meski demikian, mungkin pula kesulitan komunikasi tidak berasal dari
orang tuanya tetapi disebabkan oleh upaya mengatasi anak yang terganggu jiwanya
itu. Salah satu penyelidikan menunjukkan bahwa hal ini mungkin merupakan
sebabnya. Kehidupan rumah tangga yang terganggu dan trauma awal seringkali
dijumpai pada latar belakang penderita skizofrenia. Kematian salah satu atau
kedua orang tua, pengaruh orang tua yang emosinya terganggu, yang perilakunya
tidak rasional, dan tidak ajek, dan suasana permusuhan dan perselisihan antara
ayah dan ibu, semua merupakan faktor yang ternyata jauh lebih besar daripada
frekuensi rata-rata yang ditemukan pada latar belakang orang-orang yang
mengalami skizofrenia. Masa kanak-kanak yang penuh dengan berbagai jenis stress
dan semakin stress saat masih kanak-kanak akan membuat dia menderita
skizofrenia yang semakin parah Rosenthal (Atkinson,1983).
2 komentar:
terimakasih, postingannya sangat membantu. akan lebih komplit bila sumber daftar pustaka dicantumkan sebagai referensi yang adekuat :)
yang suka tertawa sendiri
Posting Komentar